1. Integrating
Cara ini digunakan berdasarkan pada
usaha-usaha untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yg bisa
diterima oleh setiap anggota yaitu dengan cara mempersatukan. Penggunaan
cara ini jika terjadi perbedaan pendapat ( Konflik ), maka
penyelesaiannya kembali kepada persoalan awal. Masalah dibicarakan ulang
sehingga konflik tidak terjadi lagi. Penggunaan
cara ini jika waktu tidak terbatas, persoalannya kompleks, dan strategi
jangka panjang.
2. Obliging
Menghargai status pihak lawan. Dengan menempatkan
nilai tinggi pada orang lain, maka mereka akan merasa dihargai. Dengan
begitu, bisa saja membuat mereka mengalah. Penggunaan cara ini
memberikan topik permasalahan kepada lawan dan menanyakan penyelesaian
permasalahan yang terjadi. Cara ini digunakan bila persoalan itu tidak
terlalu penting, pengetahun manajer tidak terlalu luas.
3. Dominating
Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan pada
kepentingan diri sendiri. Dilakukan jika dalam hal mendesak dan
terpaksa. Karena mempunyai keyakinan bahwa sebagai pemimpin mempunyai
hak, maka cara ini diterapkan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain
sama sekali. Cara seperti ini digunakan bila persoalan tidak kompleks,
waktu terbatas, solusi tidak populer, yang terlibat kurang ahli dan
persoalan ini penting bagi manajer.
4. Avoiding
Cara yang dilakukan dengan menghindar dari persoalan
karena tidak perlu solusi jangka panjang dan komitmen tidak dibutuhkan.
5. Compromising
Cara seperti ini penyelesaian persoalan yang terjadi
berpusat pada jalan tengah, dimana semua anggota bersedia mengorbankan
sesuatu demi tercapai penyelesaian konflik. Biasanya kedua pihak itu
seimbang, dibutuhkan pemecahan yang cepat, masalah tidaklah kompleks,
tidak butuh solusi jangka panjang.
Dari beberapa cara diatas
dijelasksan bahwa cara untuk menyelesaikan konflik terdiri dari berbagai
macam tehnik. Setiap cara yang dilakukan tergantung dari pemimpin yang
menanganinya. Terjadinya konflik tidak dapat dicegah, yang ada adalah
mengendalikannya. Kita perlu mengaggap konflik sebagai realita yang
tidak perlu dihindari apalagi ditakuti karena persepsi seperti itu hanya
mengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi.Sebaliknya konflik harus
diterima sebagai sesuatu hal yang harus dikelola secara cerdas. Karena
dalam kenyataannya, konflik tidak selamanya bersifat menghancurkan.
Mengelola
konflik merupakan salah satu kunci utama dalam meraih “performance”
yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek
persepsi demikian tampaknya masih timpang.
Organisasi yang berdiri tanpa konflik selalu dianggap sebagai kondisi
yang ideal. Jarang sekali konflik dipandang sebagai “vitamin” kehidupan
organisasi, tapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”. Padahal
apabila konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya
dengan kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif.
Oleh
karena itu konflik yang bersifat destruktif (menghancurkan) harus
sesegera mungkin dicarikan solusinya. Dan sebaliknya, jika konflik yang
bersifat positif harus ditangani secara tepat, cerdas dan profesional
agar aspek organisasi itu semakin meningkat dan membangun.
0 komentar:
Posting Komentar